LINTAS NASIONAL – BANDA ACEH, Sesuai rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Aceh kembali mendapat peringkat pertama Daerah termiskin di Pulau Sumatera.
Jumlah penduduk miskin di Serambi Mekah kini berjumlah 834 Ribu atau 15,33%. BPS Aceh, menjelaskan jumlah penduduk miskin periode September 2020 hingga Maret 2021 mengalami penurunan secara persentase dari 15,43% menjadi 15,33%. Namun, secara angka, masyarakat miskin bertambah.
“Atas prestasi yang luar biasa itu karena mampu mempertahankan daerah termiskin 3 kali berturut-turut, patut diberikan apresiasi dan ucapan selamat kepada pemerintah Aceh, ini artinya pemerintah sampai saat ini belum mampu menyelesaikan masalah sosial ekonomi masyarakat miskin,” demikian disampaikan pengamat politik dan kebijakan publik Aceh Usman Lamreung pada Sabtu 24 Juli 2021
Seharusnya kata Usman pengentasan kemiskinan menjadi program perioritas pemimpin Aceh baik d tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota, namun publik berasumsi, bahwa penguasa dan para pejabat Aceh tidak berguna bagi masyarakat miskin, seharusnya dengan anggaran otsus begitu besar Aceh bisa keluar dari kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan.
“Kalau dilihat pelaksanaan pembangunan Aceh dari tahun ke tahun sepertinya hanya fokus di bidang infrastruktur, dan program tersebut belum mampu memberikan multiplier effect pada masyarakat miskin. Seharusnya selain infrastruktur, program periotas juga fokus pada sektor pangan, kesehatan, pendidikan, dan sumber daya alam,” lanjut Akademisi Universitas Abulyatama tersebut
Padahal katanya, Sumber Daya alam di Aceh memiliki potensi yang sangat besar, tinggal bagaimana pemerintah Aceh serius dan konsisten mengelolanya, seperti coklat, kopi, nilam, kelapa, sektor perikanan dan sektor pangan lainnya.
“Potensi ini seharusnya bisa dimamfaatkan untuk mensejahterakan masyarakat, dan perlu dilakukan optimalisasi produksi, namun yang terjadi adalah masyarakat berupaya sendiri tanpa kehadiran pemerintah sampai ke tahap produksi, sehingga para petani sering dirugikan,” timpal Usman
Lanjutnya, beberapa potensi diatas, Aceh masih sangat tergantung dengan Medan, sehingga harga produksi belum sepenuhnya menjamin dan berpihak pada kesejahteraan petani dan nelayan.
Begitu juga dengan sektor kesehatan, ada program periotas yang seharusnya dilanjutkan pemerintahan sekarang yaitu pembangunan rumah sakit regional yang digagas pada periode Zaini dan Muzakir Manaf, namun hingga saat ini tidak dilanjutkan, agar akses pelayanan publik bidang kesehatan lebih maksimal, namun sepertinya pemerintah Aceh dibawah Nova Iriansyah luput dari program tersebut.
“Padahal Dana Otsus sejak 2008-2021 seharusnya bisa dimamfaatkan untuk kepentingan masyarakat Aceh secara luas, namun yang terjadi tidak sesuai harapan rakyat Aceh, ditambah dengan tata kelola pembangunan dan anggaran yang buruk, ditambah banyaknya indikasi penyelewengan anggaran berakibat program pengentasan kemiskinan di Aceh jauh panggang dari api, termasuk belum di realisasinya pembagunan rumah dhuafa,” urai mantan pekerja BRR NAD-NIAS tersebut
Menurutnya, buruknya tata kelola pembangunan, berimbas pada buruknya birokrasi dan pelayananan publik, ditambah lagi dengan banyak indikasi penyelewengan anggaran sehingga fokus pengentasan kemiskinan gagal, sehingga Aceh hingga saat ini belum keluar dari stigma daerah termiskin di Sumatera.
Usman berharap pemerintah Aceh harus serius dan konsisten membangun Aceh dan pengelolaan dana otsus yang tinggal beberapa tahun lagi agar tepat sasaran dan benar-benar dinikmati rakyat Aceh secara luas.
“Dana Otsus bisa digunakan sesuai peruntukannya untuk kesejahteraan rakyat Aceh, bukan untuk memperkaya dan berputar pada kelompok di lingkaran penguasa saja, karena dana otsus didapatkan dari hasil perjuangan rakyat Aceh, maka sudah semestinya pemerintah Aceh peka dan harus malu, bila tetap tidak mampu mensejahterakan rakyat,” pungkas Usman Lamreung (AN)