LINTAS NASIONAL – JAKARTA, Pemerintah Aceh mengeluarkan aturan yang melarang bank konvensional beroperasi di wilayahnya sekitar 5 tahun lalu. Hal itu tertuang dalam Qanun 11/2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah.
Dalam peraturan tersebut tertulis bahwa lembaga keuangan di Aceh wajib menyesuaikan dengan aturan tersebut paling lambat tiga tahun sejak diundangkan.
Diundangkan. Artinya, mulai Januari 2021 lembaga keuangan atau bank konvensional sudah sepenuhnya tidak masuk Aceh lagi.
Aturan tersebut menuai pro dan kontra sejak dirilis. Pemda Aceh sempat membahas relaksasi bagi bank konvensional untuk dapat beroperasi hingga 2026. Akan tetapi akhirnya pada 2021 seluruh bank konvensional berhenti memberikan layanan di wilayah yang berada di ujung Pulau Sumatra tersebut.
Terbaru, pemerintah Aceh sepakat merevisi aturan hanya bank syariah. “Pemerintah Aceh sepakat atas rencana revisi Qanun LKS yang sedang bergulir di DPRA,” kata Muhammad MTA, mengutip CNNIndonesia.com, Senin 22 Mei 2023
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan dana pihak ketiga (DPK) atau tabungan masyarakat di Aceh menyusut sejak bank konvensional minggat dari Aceh.
Adapun dilihat dari pertumbuhan DPK, tren terlihat cukup fluktuatif, akan tetapi terjadi penurunan DPK selama empat bulan beruntun sejak November 2022 hingga Februari 2023. Secara umum bila membandingkan posisi DPK pada Januari 2021 hingga Februari 2023, penurunan DPK terjadi sebesar 5,78% dari Rp 39,56 triliun menjadi Rp 37,39 triliun.
Pertumbuhan DPK yang meningkat tersebut tentu menunjukkan minat masyarakat dalam menyimpan uang di bank umum Sumatra Utara cukup tinggi.
Selain itu, menilai dari kondisi yang berbanding terbalik antara kedua provinsi tersebut, kemungkinan besar terjadi karena tidak ada bank konvensional di Aceh sedangkan minat masyarakat memiliki rekening selain syariah masih tinggi, dampaknya masyarakat memindahkan uangnya ke bank konvensional di provinsi terdekat, yakni Sumatra Utara. (cnbc)