Jalan Panjang Ismail Aiyub, Janji Manis Pemerintah hingga Pupusnya Niat Suci (bagian-2)

Ismail Aiyub (IST)

Di usia senjanya, Ismail Aiyub sang maestro pencipta Logo Kabupaten Bireuen kini masih tinggal di sebuah rumah yang sangat sederhana, bahkan kalau bisa dikatakan sudah sangat tidak layak ditempati oleh seorang yang punya jasa besar untuk Kabupaten Bireuen tersebut.

Dalam kondisi yang sedang sakit-sakitan, Ismail masih sanggup memaparkan beragam kenangan masa-lalunya terkait logo kabupaten Bireuen yang lahir dari tangan ulungnya.

“Bak pungguk merindukan bulan,” barangkali peribahasa itu tepat menggambarkan suasana hati Ismail yang dari tahun ke tahun dirantai dilema janji pemerintah Bireuen.

Di atas jambo di halaman rumah sederhananya, ia duduk amat tenang dengan melipat kedua kakinya. Matanya berbinar tatkala ia mengingat janji manis Pemerintah Bireuen kepadanya yang sampai dengan hari ini belum ditunaikan.

Memang benar kata pepatah Aceh, janji pemerintah serupa “kaoi ureueng kleng” (seperti hajat orang keling) bila diterjemahkan, tabiat itu merupakan tabiat kaum yang suka bernazar namun enggan menepatinya.

Kepada lintasnasional.com Ismail kembali mengisahkan masa lalunya yang penuh lika-liku dan perjuangan. Dengan amat bersemangat, ia mencurahkan segenap kisah perjalanan hidupnya.

Ditemani putra bungsunya, Ismail memperlihatkan gambar Logo, Piagam penghargaan dan Trophy kepada tim lintasnasional yang menyambangi kediamannya, minggu 5 Juli 2020. Piagam dan Trophy tersebut merupakan bukti atas jasa besar Ismail untuk Kabupaten berjuluk Kota Santri tersebut.

Menjelang Hari Ulang Tahun Bireuen pada bulan Oktober mendatang, lintasnasional kembali mencoba untuk menyadur ulang kisah Ismail, sebagai wujud merawat ingatan dan mengabadikan orang-orang yang memiliki jasa besar terhadap kabupaten tercinta itu.

Lain sisi, diakui atau tidak, nama Ismail masuk dalam rentetan agung nama-nama tokoh pendiri Kabupaten Bireuen, ia merupakan salah seorang pelaku sejarah di antara sekian banyaknya pelaku sejarah yang ada di kabupaten tercinta itu.

Dengan penuh rasa bangga, Ismail pun menceritakan satu persatu secara detail makna yang terkandung dalam setiap gambar dan warna yang terdapat pada logo Kabupaten Bireuen tersebut.

“Inilah logo Kabupaten Bireuen seharga 750 Ribu yang hingga kini kalian lihat di setiap surat resmi dan baju para PNS, serta di baju para pejabat Bireuen, ” kata Ismail seraya menunjukan kepada lintasnasional.

Namun, beriring masa pensiunnya dari PNS, Ismail kehilangan istri tercinta pada 2015, sedangkan kondisinya sendiri saat ini mulai sakit-sakitan dan memprihatinkan.

Janji Manis yang tak Pernah Hilang

Ismail kini tinggal bersama 5 anaknya dan sudah tidak sanggup bekerja lagi, ia hanya mengandalkan gaji pensiunan untuk membesarkan dan menafkahi anak-anaknya sehari-hari.

Selang beberapa tahun usai permohonannya untuk melanjutkan pendidikan ke pulau Jawa tidak dikabulkan oleh pemerintah Bireuen kala itu, Ismail mencoba membawakan proposal permohonan untuk kedua kalinya. Namun, lagi-lagi niatnya tak kesampaian.

Sampai kini, janji pemerintah Bireuen terhadapnya tak kunjung ditepati. Hal itulah yang membuat asa Ismail remuk redam, dan niat sucinya untuk melanjutkan pendidikan ke ranah rantau pupus di tengah jalan.

“Sampai hari ini janji Naik Haji bersama Almarhumah istri saya dan biaya Pembinaan 50 Juta dari Pemkab tidak pernah dipenuhi,” bebernya.

Akan tetapi, Ismail tidak pernah mengeluh akan janji manis pemerintah Bireuen tersebut. Baginya, semua itu telah menjadi takdir dan nasib untuk hidupnya sampai dengan kini.

“Hingga istri saya meninggal pada 2015, apa yang pernah dijanjikan pemerintah Bireuen tidak pernah dipenuhi,” ucap Ismail lirih.

Di lain sisi, ada yang sungguh menyakitkan lagi bagi lelaki senja tersebut, ia tidak pernah diundang pada setiap perayaan hari ulang tahun Kabupaten Bireuen. Ihwal itu-pula yang membuat Ismail benar-benar merasa dilupakan dalam sejarah berdirinya kabupaten berjuluk Kota Juang itu.

“Saya benar-benar dilupakan, selama Kabupaten Bireuen berdiri dan tiap tahun dirayakan hanya sekali diundang, saat itu bupati Bireuen dijabat oleh Mustafa Geulanggang, itupun saya hanya menyaksikan penyerahan penghargaan bagi para pendiri Kabupaten Bireuen,” kenangnya.

Namun setelah itu, lanjut Ismail, dirinya tidak pernah lagi diundang setiap ada acara ulang tahun kabupaten Bireuen, “mungkin mereka tidak mau tahu siapa yang menciptakan logo karena kan hanya logo mungkin tidak penting siapa penciptanya yang penting kan logonya,” selorohnya.

Makna dan Arti Logo Kabupaten Bireuen karya Ismail

Walaupun kondisi fisiknya sudah mulai sakit-sakitan, namun ingatan Ismail masih amat sempurna dan tak pernah dikikis peradaban. Ia masih mengingat dengan betul pirahal makna dan arti yang tersirat dari logo karyanya tersebut.

Secara lugas dan gamblang Ismail menjelaskan makna dan arti dari logo kabupaten Bireuen yang telah dibuatnya. Menurutnya, dalam lambang atau logo tersebut terkandung 10 unsur diantaranya, Bintang Bersegi Lima, Kubah Masjid, Bunga Jeumpa, Buku, Tugu, Padi dan Kapas, Rencong Aceh, Timbangan, Rantai dan Pita.

Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan Tim penilai perlombaan bentuk lambang daerah Kabupaten Bireuen Nomor 1 Tanggal 25 April Tahun 2000.

Meskipun logo tersebut lahir dari tangan seorang guru SD di pedalaman Bireuen, namun simbol kebesaran itu mempunyai makna yang luas dan sesuai dengan karakter masyarakat setempat.

Ismail menjelaskan, Lambang logo kabupaten Bireuen berukuran 12 cm dengan lebar diameter horizontal 12 cm dan lebar bagian tiap sisi 8 cm.

Sementara itu kata Ismail, untuk setiap coraknya mempunyai maknanya tersendiri, misalkan Bintang Bersegi Lima melambangkan Ketuhanan yang Maha Esa, sedangkan Kubah Masjid melambangkan keislaman.

Kemudian Bungong Jeumpa yang melambangkan keharuman dan kesucian, serta Buku Melambangkan daya cipta dan SDM (Sumber Daya Manusia).

Di samping itu, tambah Ismail, ada simbol Tugu dengan empat buah anak tangga yang melambangkan pencerminan Bireuen sebagai Kota Juang. Sementara simbol Padi yang berjumlah sepuluh Butir dan Kapas yang berjumlah sembilan buah di sisi kiri dan sembilan buah di sisi kanan melambangkan kesuburan dan kemakmuran.

Selanjutnya ada simbol Rencong yang melambangkan kepahlawanan rakyat, serta simbol Timbangan melambangkan keadilan yang merupakan cita-cita seluruh masyarakat.

Lalu ada simbol Rantai berjumlah empat puluh delapan yang melambangkan persatuan dan kesatuan. Sementara simbol Pita warna putih dan tulisan warna merah melambangkan bendera sang saka merah putih.

Tak hanya itu, Ismail juga menjelaskan makna dan arti dari warna-warna yang terkandung di logo kabupaten Bireuen tersebut.

Dimulai dari warna kuning yang bermakna kemegahan, warna hijau bermakna keislaman, warna merah menggambarkan keberanian, dan warna hitam melambangkan ketabahan, juga warna putih bermakna kesucian, bahkan warna biru yang melambangkan kedamaian.

Unsur-unsur yang Terkandung pada Logo Kabupaten Bireuen

Usai menjelaskan makna dan arti dari lambang serta warna yang terkandung pada logo kabupaten Bireuen dengan rinci dan detail, selanjutnya Ismail menjelaskan akan unsur-unsur yang juga ada di dalam logo kebanggaan masyarakat Bireuen tersebut.

Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam logo kabupaten Bireuen beserta dengan artinya masing-masing, bentuk dan komposisi warna yang tertera pada logo kabupaten Bireuen, diantaranya sebagai berikut :

Diawali dari bintang berwarna kuning emas, bungong Jeumpa puteh, bunganya berwarna putih dan tangkainya berwarna hijau, Rencong Aceh berwarna kuning emas, Timbangan berwarna kuning emas, serta Kubah Masjid berwarna hitam.

Selanjutnya unsur Tugu berwarna biru, buku berwarna putih, padi berwarna kuning, kapas berwarna putih dan tangkainya berwarna hijau, rantai berwarna hitam, dan Pita berwarna putih dengan tulisan Bireuen berwarna merah (melambangkan bendera merah putih), serta dasar logo berwarna hijau tua.

Lalu ditambah dengan motto daerah, “Udep sare ade beurata bireuen menuju cita-cita”, sementara padi dan kapas masing-masing 17 butir, melambangkan tanggal 17 hari proklamasi republik indonesia (tanggal berdirinya republik indonesia).

Kemudian lanjut Ismail, ada unsur Tangga 8 tingkat, melambangkan bulan Proklamasi Republik Indonesia atau bulan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan unsur Rantai 45 butir, melambangkan tahun proklamasi Republik Indonesia atau tahun berdirinya Indonesia.

Program 10 K pada Logo Kabupaten Bireuen

Selain itu kata Ismail, logo kabupaten Bireuen juga dirancang dalam bentuk program 10 K, diantaranya; Ketuhanan Yang Maha Esa, melambangkan dengan gambar bintang, Keharuman, yang melambangkan dengan gambar bungong Jeumpa puteh, dan Kepahlawanan yang melambangkan dengan gambar Rencong Aceh, serta Keadilan melambangkan dengan gambar timbangan.

Selanjutnya, Ke-islaman melambangkan dengan gambar Kubah Masjid, Kemegahan melambangkan dengan gambar Tugu, Keilmuan melambangkan gengan gambar buku, dan Kemakmuran melambangkan dengan gambar padi dan kapas, juga Kesatuan dan persatuan melambangkan dengan gambar rantai, bahkan Kebangsaan melambangkan dengan gambar bendera merah putih.

Kemudian tambah Ismail, arti dan makna dari setiap warna yang terkandung dalam logo Kabupaten Bireuen, diantaranya, warna kuning emas melambangkan kemegahan (kemasyhuran), warna putih melambangkan kesucian, warna hitam melambangkan pemisahan antara Hak dan Batil.

Lalu warna hijau melambangkan kehidupan (mempunyai modal dasar), warna biru melambangkan menuju puncak kemajuan, dan warna merah melambangkan keberanian.

Sementara itu terkait bentuk gambar segi lima dibuat berdasarkan agama islam; mencerminkan pada rukun islam dan berdasarkan kenegaraan pada asas Pancasila.

Semua unsur yang terkandung dalam logo merupakan cita-cita menuju kemakmuran dan sesuai dengan karakter serta mata pencaharian masyarakat kabupaten Bireuen.

Na ureueng nita raseuki bak pucok naleueng, Na ureueng mita raseuki bak Janggot Udeung, Na ureueng mita raseuki diyub tapak ureueng,” sebut Ismail.

Peribahasa Aceh tersebut merupakan gambaran yang dijelaskan Ismail yang memiliki keterkaitan dengan logo dan karakteristik serta mata pencaharian masyarakat Bireuen. (Adam Zainal)