LINTAS NASIONAL – BIREUEN, Kasus pemalsuan tandatangan Keuchik Gampong Blang Panyang dan stempel oleh oknum Ketua Kelompok Tani berujung perdamaian dengan menyerahkan uang senilai 15 Juta sesuai dengan surat pernyataan diatas materai.
Hal itu terungkap dalam surat pernyataan yang dibuat oleh pelaku pemalsuan Jalaluddin yang ditandatangani diatas materai pada 15 Januari 2022 lalu.
Dalam surat pernyataan tersebut Jalaluddin meminta maaf karena telah memalsukan tandatangan dan stempel Keuchik Blang Panyang dan bersepakat untuk damai dengan menyampaikan beberapa poin.
Jalaluddin bersedia meminta maaf secara tulus ikhlas kepada Keuchik Blang Panyang dan mengembalikan stempel kepada Ketua Asosiasi Keuchik
Jalaluddin juga bersedia membayar ganti rugi sebesar 15 Juta Rupiah dalam waktu 15 Hari kepada Ketua Asosiasi Keuchik yang juga Ketua BKAD (Rusydi Muhammad, Red)
Setelah adanya penyelesaian ini tidak akan saling tuntut menuntut dikemudian hari serta saling memaafkan, apabila ia melanggar pernyataan tersebut Jalaluddin juga bersedia dituntut secara hukum yang berlaku.
“Surat pernyataan perdamaian Ini kami buat dengan kesadaran masing-masing tanpa ada paksaan dari pihak manapun,” tulisnya
Surat pernyataan tersebut juga ditandatangani oleh para saksi yakni Keuchik Rusydi Muhammad yang juga ketua Apdesi dan BKAD, Keuchik Rheum Timu Firdaus Salatina dan Tuha Peut dan Kadus Blang Panyang.
Sementara dalam surat perdamaian yang ditandatangani antara kedua pihak yakni Jalaluddin sebagai pihak I dan Muhammad Daud Sulaiman selaku Keuchik Blang Panyang sebagai pihak Kedua.
Dalam surat tersebut Jalaluddin mengakui telah memalsukan tandatangan dan stempel Keuchik Blang Panyang dan atas kejadian itu kedua pihak sepakat berdamai di Kantor Pospol Simpang Mamplam pada 16 Januari 2022 lalu.
Jalaluddin berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya dan yang bersifat melanggar hukum lainnya, ia juga meminta maaf secara tulus dan ikhlas kepada Keuchik dan APDESI Simpang Mamplam.
Kemudian kedua pihak juga bersepakat saling memaafkan dan permasalahan dianggap selesai tanpa ada dendam apapun, apabila keduanya melanggar perjanjian ini maka bersedia dituntut.
Surat perdamaian tersebut ditandatangani oleh kedua pihak M. Daud Sulaiman dan Jalaluddin mengetahui ketua APDESI Simpang Mamplam Rusydi Muhammad disaksikan M. Affan Umar dan Mawardi Arahmah selaku Tuha Peut Blang Panyang
Saksi lainnya Keuchik Rheum Timu Firdaus Salatina dan Sekjen APDESI yang juga Keuchik Pulo Dapong Azhari.
Sebelumnya Kapospol Simpang Mamplam Aiptu Ulul Azmi membenarkan kejadian tersebut, namun menurutnya sudah selesai setelah dilakukan perdamaian.
“Benar, setelah menerima laporan dari keuchik, kami memanggil pelaku dan dia sudah mengakuinya, tapi masalah ini sudah didamaikan di Pospol dengan melibatkan Ketua BKAD dan seluruh Keuchik di Simpang Mamplam,” jelasnya saat dihubungi Minggu 23 Januari 2022 malam.
Dia membenarkan, perdamaian terjadi setelah ada kesepakatan, pelaku harus menyerahkan uang sebesar Rp 15 Juta kepada Ketua Keuchik.
“Kami selaku pengayom masyarakat, hanya mendamaikan kedua pihak yang sudah bersepakat berdamai,” jelasnya.
Dikutip dari hukum online pemalsuan tanda tangan dapat dijerat dengan Pasal 263 ayat (1) KUHP, dengan ancaman pidana maksimal enam tahun penjara, namun di Kecamatan Simpang Mamplam Desa Blang Panyang selesai dengan Uang 15 Juta.
Salah seorang Keuchik di Kecamatan Simpang Mamplam yang enggan disebutkan namanya sangat menyayangkan perdamaian terjadi dengan meminta uang 15 juta kepada pelaku.
“Kalau sudah memaafkan dan mau damai itu bagus, tapi kalau minta uang 15 Juta itu bukan damai namanya tapi cekik leher,” ujarnya dengan nada ketus pada Rabu 26 Januari 2022
Selaku sesama Keuchik ia kurang setuju jika kasus pemalsuan tandatangan dan stempel terjadi perdamaian dengan membayar 15 juta.
“Masak kita selaku Keuchik setelah dipalsukan tandatangan berdamai dengan uang 15 juta, apakah tanda tangan Keuchik segitu harganya? uangnya untuk siapa?, apa untuk desa atau pribadi?,” tanya Keuchik itu
Apalagi katanya, semenjak ada Dana Desa, Keuchik atau Kepala Desa jadi sorotan semua pihak.
“Seharusnya hal seperti itu dihindari oleh Keuchik, saat ini banyak pihak yang berpandangan Keuchik doyan uang,” pungkasnya (M. Reza)