LINTAS NASIONAL, Kabupaten Bireuen, selain dikenal dengan julukan Kota Juang, juga tak asing dilakap sebagai Kota Dagang. Bahkan paruh sewindu belakangan ini. Kabupaten pemekaran Aceh Utara itu mendapat banyak gelar, macam ragam.
Namun, gelar-gelar agung itu tiada artinya di mata orang luar ketika banyak kasus-kasus niaga haram diungkapkan pihak penegak hukum di Bireuen dalam rentang waktu sepuluh tahun belakang.
Bireuen yang dulunya juga dilakap sebagai kota pendidikan, kini berubah wujud menjadi kota narkoba, menjadi tempat pasokan barang haram dari berbagai belahan dunia, Asia, juga daerah-daerah lain di semenanjung Malaysia.
Disisi lain, dengan banyak kasus perdagangan dan penggunaan narkoba di Bireuen akan menjadi suatu malapetaka bagi generasi kedepan. Bireuen, telah menjadi terminal gelap bagi para pemasok barang haram tersebut.
Dengan banyak kasus-kasus narkoba yang telah diungkap oleh Penegak hukum di kabupaten Bireuen, seharusnya dapat menjadi atensi semua pihak, utamanya pemerintah setempat yang memiliki tanggung jawab besar terhadap keberlangsungan hidup masyarakat, terutama generasi mendatang.
Dalam ihwal peredaran dan penggunaan narkoba selama ini di Bireuen, Pemerintah Bireuen bertanggung jawab penuh, apalagi angka pengguna narkoba di kabupaten berjuluk Kota Juang itu terbilang tinggi.
Maka dari itu, untuk mencegah dan mengatasi angka penggunaan narkoba, sudah sepatutnya pemerintah Bireuen mencanangkan sebuah konsep prioritas semacam tempat rehabilitasi bagi penyintas atau pemakai narkotika. Artinya, sudah sepatutnya Bireuen memiliki “Balai Rehabilitasi”.
Pentingnya balai rehabilitasi bagi pengguna narkoba nampaknya tak menjadi atensi serius pihak pemerintah Kabupaten Bireuen. Hal ini, “mungkin” dianggap tak begitu penting oleh para pemangku jawatan di Bireuen.
Secara keseluruhan, dari aneka peristiwa penangkapan gembong narkoba baik lintas daerah dan mancanegara, Bireuen menjadi salah satu daerah yang sering digunakan para kartel barang haram itu sebagai terminal transit narkotika.
Secara geografis, pesisir Bireuen menjadi landasan yang aman bagi para pedagang narkoba, apalagi perairan Bireuen masuk dalam tutorial Selat Malaka.
Tahun 2021 lalu, Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Aceh menyebut angka pecandu atau mereka yang menyalahgunakan narkoba di provinsi Aceh mencapai 83 ribu orang yang menempati posisi 6 di Indonesia.
Kepala BNNP Aceh Brigjen Pol Heru Pranoto mengatakan 83 ribu pecandu narkoba di Aceh tersebut merupakan yang tercatat dan terlibat. Jumlahnya pecandu narkoba di Aceh melebihi angka tersebut.
“Pecandu narkoba ini ibarat gunung es, bahayanya tidak terlihat. Jika gunung es mencair, baru kelihatan bahaya. Bahaya narkoba ini tidak hanya merugikan pemakainya, terapi juga orang lain,” ujar Brigjen Pol Heru Pranoto.
Sementara di Bireuen, narkoba serupa pandemi yang telah menyebar luas ke pelosok-pelosok kampung. Makna, Bireuen dalam lintasan waktu beberapa tahun belakangan telah menjadi wilayah darurat narkoba.
Namun, langkah cermat untuk menyelamatkan para pecandu narkoba di Bireuen harus dinalar lebih matang. Diakui atau tidaknya, Bireuen menempati urutan teratas sebagai daerah pengedar dan pemakai narkoba di Aceh.
Guna mengantisipasi hal itu, sudah sewajibnya pemerintah kabupaten Bireuen membangun atau merevitalisasi bangunan untuk balai rehabilitasi. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya strategis untuk menyelamatkan generasi dari bahaya narkoba, tentunya, untuk pemulihan para pecandu yang selama ini telah terjerumus ke dalam lembah hitam tersebut.
Berangkat dari semua itu, maka semua elemen yang ada di Bireuen sudah sepatutnya menyambut baik balai rehabilitasi yang telah dicanangkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen Mohamad Farid Rumdana SH MH beberapa bulan lalu.
Sudah sepatutnya bagi Pemkab Bireuen untuk mendukung penuh upaya yang dilakukan pihak Kejaksaan dalam melahirkan Balai Rehabilitasi Adhiyaksa.
Dalam berbagai kesempatan di sejumlah forum resmi Kajari Bireuen Moh. Farid Rumdana menyampaikan keinginannya untuk membangun Balai Rehabilitasi Adhiyaksa di Kabupaten Bireuen demi menyelamatkan generasi muda, tentunya dalam hal ini sangat dibutuhkan dukungan Eksekutif dan Legislatif.
Kejari Bireuen terus mendorong semua pihak untuk membangun Balai Rehabilitasi Adhyaksa, yang memang dikhususkan untuk misi penyelamatan para pecandu narkoba dari ketergantungan.
Selama ini penjeratan hukuman badan, maupun pemenjaraan, tak ampuh untuk menanggulangi, maupun menurunkan angka pengguna dan pecandu narkotika dan barang-barang haram serupa di Indonesia, khususnya di Bireuen
Perlu diketahui Balai Rehabilitasi Adhyaksa merupakan terobosan baru dari Kejaksaan Agung untuk misi penyelamatan para pecandu narkoba dari ketergangtungan, inovasi itu tentunya memerlukan dukungan penuh Pemerintah Daerah.
Kejari Bireuen telah mendorong dan menginisiasi pemerintah, DPRK, Forkopimda dan stakeholder lainnya agar Balai Rehab itu bisa segera terealisasi, tentunya harus menjadi prioritas pemerintah Bireuen.
Namun kenyataannya, gagasan dan konsep cemerlang yang telah disumbang Kejari Bireuen yang sepatutnya menjadi sebuah sounding, pemerintah Bireuen terkesan” tak ingin tahu menahu persoalan itu, buktinya tidak ada prioritas anggaran di APBK Tahun 2023.
Padahal balai rehabilitasi itu bukanlah untuk skala pendek, namun menjadi suatu wacana jangka panjang yang mungkin nantinya akan berdampak baik bagi generasi muda Bireuen yang terjerat narkoba.
Di salah satu forum resmi, Kajari Bireuen Moh Farid Rumdana mengatakan, selama ini penjeratan hukuman badan, maupun pemenjaraan, tak ampuh untuk menanggulangi, maupun menurunkan angka pengguna narkotika, dan barang-barang haram serupa di Indonesia.
“Kita ingin menyelamatkan mereka yang menjadi korban, tidak merasa sendirian, dan mendapat stigma negatif di masyarakat, jika Balai Rehabilitasi Adhyaksa berjalan kita akan bekerjasama dengan Balai Latihan Kerja (BLK), para ulama, dan tokoh agama, memberikan dorongan psikologis, dan spritual untuk bisa disembuhkan,” kata Moh. Farid
Ia menyebutkan, Balai Rehab itu bukan milik Kejaksaan semata, namun milik bersama dalam misi penyelamatan, oleh karena itu dalam mewujudkannya menjadi tanggung jawab bersama.
Meskipun begitu, dikatakan Moh. Farid, Kejaksaan tetap tegas terhadap rantai utama pelaku peredaran narkotika.
“Bagi mereka yang mengedarkan, dan menjual, tetap tidak ada tempat, dan harus tetap ditindak tegas dengan hukuman yang seberat-beratnya,” tegasnya
Semoga Balai Rehabilitasi Adhyaksa di Kabupaten Bireuen dapat segera terwujud demi menyelamatkan generasi yang akan datang. [ ]