Oleh: Nora Sanusi
Indonesia saat ini sedang mengahadapi ancaman permasalahan gizi yang serius pada balita, dimana masih terdapat banyak anak yang mengalami stunting.
Stunting adalah suatu kondisi yang menggambarkan status gizi kurang yang bersifat kronik (jangka panjang) pada masa pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi sejak di dalam kandungan hingga bayi dilahirkan yang disebabkan oleh berbagai faktor.
Stunting dapat menjadi ancaman bagi kualitas hidup manusia dimasa yang akan datang. Tentu saja dalam penanganan stunting ini memerlukan keseriusan dari pemerintah dan dukungan serta peran dari masyarakat agar Indonesia dapat bebas dari stunting.
Organisasi kesehatan dunia WHO (World Health Organizations) telah menetapkan ambang toleransi prevelensi untuk kejadian stunting adalah sebesar 20%, namun saat ini Indonesia masih memiliki prevelensi stunting diatas ambang yang telah ditetapkan WHO yaitu sebesar 24,4%. Pemerintah Indonesia berkomitmen melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 tahun 2021 dalam pencapaian target nasional untuk menurunkan angka prevelensi stunting menjadi 14% pada tahun 2024.
Berdasarkan data hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 menunjukkan 1 dari 4 anak Indonesia mengalami stunting dan 1 dari 10 anak mengalami gizi kurang. Berdasarkan data dari Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menempati posisi tertinggi angka stunting nasional dengan prevelensi sebesar 37,8% atau 1 dari 3 anak balita mengalami stunting di NTT.
Stunting memiliki dampak terhadap individu yang mengalaminya dan juga akan berdampak pada kesenjangan ekonomi dan kemiskinan antar generasi. Dimana anak yang mengalami stunting akan mengalami gangguan tumbuh kembang yang tidak optimal yang berefek untuk masa depannya serta dapat menurunkan produktifitas dan kemampuan kerja. Hal ini membuat seluruh pihak harus melihat kembali faktor apa saja yang berperan agar dapat menurunkan angka stunting di Indonesia.
Terdapat faktor langsung dan faktor tidak langsung yang menyebabkan terjadinya stunting pada seseorang. Faktor langsung yang berhubungan erat adalah nutrisi ibu saat hamil, nutrisi balita, dan ada tidaknya menalami penyakit infeksi selama 1000 hari pertama kehidupan (HPK). Sedangkan faktor tidak langsung dipengaruhi oleh faktor lingkungan, faktor sosio-ekonomi, serta pola asuh orang tua.
Saat ini pemerintah mencanangkan program sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) sebagai upaya pencegahan dan penurunan stunting di Indonesia. Terdapat 5 pilar sanitasi total berbasis masyarakat dan lingkungan, yaitu mencuci tangan menggunakan sabun, pengelolaan sampah rumah tangga yang baik dan benar, pengelolaan limbah cair rumah tangga, berhenti buang air besar sembarangan, dan pengelolaan air minum dan makan rumah tangga. Sanitasi yang buruk dan sulitnya air bersih akan berdampak pada terjadinya stunting.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes) No. 492/MENKES/PER/IV/2010 mengenai persyaratan kualitas air minum yang aman bagi kesehatan apabila memenuhi kualitas fisik air yang baik yaitu tidak keruh, tidak berasa, tidak berbau, dan tidak berwarna.
Jika air yang terkontaminasi oleh bakteri/virus dikonsumsi oleh ibu hamil dan juga balita maka akan menimbulkan penyakit sehingga terjadi pengalihan energi yang seharusnya digunakan untuk tumbuh kembang anak maka energi tersebut digunakan untuk melawan infeksi tubuh, selain itu akan terjadi gangguan penyerapan makanan didalam tubuh dan anak juga dapat menjadi malas untuk makan sehingga asupan gizi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak terpenuhi dengan semestinya.
Penyakit yang paling sering terjadi saat mengkonsumsi air atau makanan yang terkontaminasi adalah diare. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan di Harvard Chan School, diare menjadi faktor yang menyebabkan peluang terjadinya stunting pada balita. Selain itu pengelolaan limbah rumah tangga juga menjadi aspek penting dan menyumbangkan peran untuk kejadian stunting ini.
Pembuangan limbah rumah tangga seperti sampah yang tidak pada tempatnya maupun BAB yang tidak menggunakan jamban sehat akan memunculkan sumber penyakit, dimana kuman-kuman akan mudah berkembangbiak ditempat yang kotor dan dapat menimbulkan penyakit yang menginfeksi sehingga mengganggu tumbuh kembang balita pada masa pertumbuhannya.
Tentu saja dari hal-hal sederhana yang terjadi dalam kehidupan kita sering sekali tidak disadari memberikan dampak kepada masalah kesehatan. Hal sederhana lainnya yang sering diabaikan adalah tidak mencuci tangan saat hendak makan, dimana kuman-kuman akan mudah masuk kedalam saluran pencernaan dan akan menimbulkan penyakit yang nantinya mengganggu metabolisme pencernaan anak dan berdampak pada penyerapan asupan gizi yang tidak optimal.
Saat ini edukasi untuk melakukan program STBM sudah banyak dilakukan, dan pemerintah juga sangat serius dalam menangani kasus stunting di Indonesia dengan melakukan berbagai upaya agar dapat menurunkan angka stunting, namun hanya saja penerapannya kembali kepada masyarakat dan individu masing-masing.
Jangan sampai hal sederhana yang sebenarnya dapat kita lakukan malah diabaikan sehingga akan berdampak besar bagi kehidupan di masa depan. Segera lakukan intervensi nyata untuk mereka, biasakan hidup sehat dan bersih. Generasi yang sehat akan melahirkan negara yang maju dan siap bersaing secara global, “men sana in corpore sano” di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Sayangi masa depan anak cucu kita, negara yang sehat ada ditangan kita!
Penulis Merupakan Mahasiswi Magister Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala